Aku termasuk pemirsa setia acara
investigasi di salah satu stasiun televisi swasta. Bukan. Bukan
investigasi mencari siapa pelaku pembunuhan seperti di film yang
sekarang sedang “happening” yaitu CSI (Crime Scene Investigation). Tapi
cara investigasinya mirip.
Dari acara investigasi itu
pemirsa dibuat terkaget-kaget dan geleng-geleng kepala, sering malah
mengutuk karena pelaku di acara itu lebih biadab dari anggota G30S/PKI.
Dari acara itu terungkap kecurangan-kecurangan pedagang makanan, minuman
yang memodifikasi dagangannya semata-mata demi keuntungan tetapi di
sisi lain membahayakan nyawa pembelinya.
Dari sederet produk makanan yang
ditengarai dimodifikasi (baca: diolah dengan cara kreatif tapi curang )
bahan kimia favorit yang digunakan oleh pedagang adalah boraks.
Boraks atau natrium tetraborat sejatinya adalah bahan yang
berisfat antimikrobial sehingga bisa mengawetkan. Karena sifatnya yang
dapat mengawetkan inilah sepertinya yang menyebabkan banyak pedagang
makanan menambahkan bahan kimia ini ke dalam makanan agar dagangan
mereka awet berhari-hari.
Panganan yang biasanya diakali dengan penambahan
boraks adalah bakso, otak-otak, tahu, mie tujuan lainnya adalah untuk
memperbaiki tekstur dan kepadatan sehingga menjadikan bakso dan mie
lebih kenyal, tahu menjadi tidak mudah hancur. Boraks juga memberikan
kerenyahan dan rasa gurih terutama pada makanan yang mengandung pati
seperti kerupuk. Aku teringat kerupuk yang terbuat dari
beras khas dari kampung suamiku di Magetan yang disebut “lempeng”
(membaca “e” beda dengan “lempeng” yang berarti lurus). Mungkin di
Jakarta kerupuk semacam ini lebih dikenal sebagai kerupuk legendar.Pengusaha lempeng ini bisa jadi tau atau memang tidak tau kalau “bleng” yang mereka gunakan sebagai penambah rasa gurih dan renyah itu sebenarnya adalah boraks. Yang mereka tau bleng memberikan aroma dan rasa tersendiri, bagi lempeng, lebih gurih dan cepat mengembang jika digoreng. Sementara pembeli atau penikmat lempeng seperti aku, walaupun sudah tahu bahaya, berhubung doyan yaaa pura-pura gak tau aja. Kunyah teruuuuss…^_^
Sejak ramai dan heboh ditemukan
boraks dan formalin pada bakso dan tahu, aku pun baru “ngeh” istilah
“bleng” itu merupakan nama lojal buat boraks bagi orang Jawa. Bahkan
ibuku, seingatku sejak aku SMP, hingga aku kuliah, setiap sepekan
sebelum hari raya lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha selalu membuat
sendiri ketupat. Nah… ibu selalu mencampurkan bleng dengan beras dan
air, sebelum dimasukkan ke dalam sarang ketupat yang terbuat dari daun
kelapa. Waktu kutanya buat apa bleng itu, ibu mengatakan agar lebih
gurih dan butiran-butiran beras yang akan mengembang menjadi nasi dapat
menyatu. Benar juga fungsinya sebagai pengkoreksi tekstur makanan. Sejak
tahu bleng itu adalah boraks dan tahu bahayanya, ibu tidak pernah lagi
menambahkan boraks pada ketupat. Bahkan sekarang tidak pernah lagi
membuat ketupat, karena lebih praktis membeli di langganan ibu 2 hari
sebelum lebaran. Bukan karena boraks, tapi karena menghemat gas (memasak
ketupat bisa memakan waktu 3 jam lho) selain juga karena ibu sekarang
sudah sepuh, mudah capek, sementara anak-anaknya termasuk aku tidak
sepiawai ibu dalam hal masak memasak.
Sejauh ini makanan yang
mengandung boraks memang sulit dikenali dengan kasat mata. Kalau orang
yang sudah biasa, dapat saja membedakannya, dan bisa menduga ada campuran boraks di dalamnya. Bagaimana boraks bisa berbahaya ?
Ouw sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, dan
tertelan, menyebabkan iritasi saluran pencernaan, iritasi kulit, iritasi
mata, kerusakan ginjal. Yah bagaimana tidak berbahaya, bahan kimia yang
di
China digunakan dalam pembuatan perabotan dari porselin untuk
memperbaiki struktur atau penampilan. Lalu di Mesir, digunakan untuk
pengawet mayat, di industri kosmetik seperti bedak dan sabun sebagai antimicrobial (mencegah pertumbuhan mikroba), kok dimasukkan ke perut…hehehe… no wonder lah ….kata orang Singapur
Akhir-akhir ini kekreatifan dan kepiawaian pedagang makanan makin berkembang. Di lain pihak kesehatan dan nyawa pembeli pun menjadi taruhannya. Jenis panganan yang dibubuhi boraks pun makin beragam. Let’s see:
Kacang hijau yang padat gizi dan kaya vitamin, sehingga dikonsumsi anak-anak, orang sakit hingga ibu hamil menjelma menjadi pemicu kanker karena menurut penelusuran, lima
dari enam sampel bubur kacang hijau yg dikumpulkan secara acak untuk
diuji, positif mengandung boraks & pemanis buatan berlebih.
Next: cakwe dengan penampilan berwarna kuning menggoda ternyata mengandung boraks, tawas, dan pewarna tekstil metanil yellow
Babat dari pasar tradisional,
bahkan dari sebuah supermarket besar cukup mengkhawatirkan karena lima
sampel yang dikumpulkan, seluruhnya positif mengandung formalin dan
boraks.
Berapa banyak kecurangan yang dapat anda temukan dalam semangkuk mie ayam ?
Demi meraup untung besar, seorang pedagang mie ayam melakukan setidaknya 3 kecurangan sekaligus yang bisa membahayakan konsumennya, yaitu mie
berboraks buatan sendiri, semur ayam tiren dan penambahan minyak babi.
Pelaku menggunakan minyak babi untuk menutupi bau anyir dan rasa getir
ayam tiren. Astaghfirullah…
Dan terakhir yang membuat gigiku
gemeletuk karena marah, ditangan pedagang, oleh-oleh khas tanah suci,
kurma, tak luput dari kecurangan. Pelaku membeli kurma yang nyaris
busuk, mengolahnya dengan boraks, dan menjualnya kembali.
Bagi masyarakat menengah ke atas
mungkin dengan mudah dapat menghindar dari jebakan-jebakan tersebut.
Walaupun bagi mereka, seperti juga aku, mengkonsumsi jajanan pinggir
jalan merupakan kenikmatan tersendiri. Kadang aku merasakan makan mie
ayam atau bubur ayam yang dijual abang-abang rasanya lebih enak
dibanding yang dijual di mal atau restoran. Tapi sekarang dengan
maraknya makanan yang berbahaya tersebut kita harus lebih selektif dan
waspada jika ingin jajan tapi tetap sehat. Tagline “teliti sebelum
membeli” rasanya sangat pas …apalagi jika diubah sedikit menjadi:
“teliti sebelum jajan”. Semoga kita semua terlindung dari kecurangan
pedagang yang terkutuk….
sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/12/30/boraks-sahabat-pedagang-curang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar